Kasus KDRT Dompu, Pentolan Aktifis Dukung APH Tegakan Supremasi Hukum

 

Kabupaten Dompu,KabaroposisiNTB.Com-- Sejumlah petolan aktifis dari Dompu-Bima NTB menggelar aksi unjuk rasa di dua lokasi yakni depan Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) dan Pengadilan Negeri (PN) Dompu, Kamis (6/5/21). 

Aksi tersebut menuntut terkait Kasus KDRT yang menyeret oknum anggota DPRD Dompu (APS) agar pihak Aparat Penegak Hukum (APH) dalam hal ini Kejari dan PN Dompu bekerja secara profesional dan menegakan supremasi hukum sesuai dengan undang undang yang berlaku.

Diketahui sebelumnya, bahwa kasus KDRT tersebut telah masuk meja hukum, bahkan pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa dengan kurungan satu bulan penjara. Namun persoalannya, banyak pihak luar yang mencoba memanfaatkan situasi atas persoalan tersebut dengan melakukan gerakan aksi untuk menolak tutuntan JPU yang dimaksud.

"Indonesia adalah negara yang berasaskan hukum. Maka sebagai warga negara yang baik, kami mendukung apapun hasil keputusan dari Kejari maupun Pengadilan selaku lembaga yang diamanatkan negara dalam mengatur tatanan hukum yang adil," tegas Korlap Aksi Haris Penggerak.

Dirinya tak memungkiri bahwa kasus KDRT tersebut memang tindakan pidana, namun dalam memutuskan suatu peradilan tidak serta merta dilihat dari satu sisi. Namun banyak faktor yang harus dinilai, kenapa kejadian KDRT bisa terjadi. Sebab, kasus ini terjadi diduga sang istri ada main dengan pria lain. 

"Kita tidak bisa mengahakimi seseorang dengan hanya melihat satu sisi. Banyak faktor yang harus dilihat, persoalan apa yang memicu adanya KDRT ini. Tidak ada asap jika tidak ada api," terangnya.

Adanya gerakan aksi menolak tuntutan JPU sebelumnya, pihaknya menilai ada oknum yang mencoba mencari kesempatan dan menunggangi aksi tersebut. Mengingat terdakwa (APS) merupakan anggota legislatif fraksi dari PKB. "Gerakan masif yang dibangun oleh oknum yang tidak bertanggungjawab sebelumnya, terindikasi ada kepentingan terselubung. Kami menduga ada indikasi politik di balik kasus KDRT ini, agar terdakwa bisa di PAW. Ini merupakan cara-cara jahat dengan memanfaatkan situasi," tudingnya.

Orator lain, Syamsulrizal juga menyampaikan bahwa kasus KDRT merupakan persoalan internal keluarga yang harusnya diselesaikan secara musyawarah. Apalagi, pihak aparat telah memediasi kedua belah pihak untuk dicarikan solusi terbaik. Bahkan sang korban pun telah memaafkan terdakwa yang dituangkan dalam surat penyataan.

"Kasus ini bisa dibilang persoalan keluarga yang dapat diselesaikan dengan baik-baik. Jangan kemudian diplintir dan dipolitisir, seakan-akan kasus kejahatan besar yang justru berimbas pada kredibilatas lembaga penegak hukum," kata aktivis yang biasa dipanggil Rizal Patikawa ini.

Oleh sebab itu, pihaknya berharap kepada APH untuk tetap menegakan supremasi hukum yang ada, tanpa terpengaruh dengan intervensi dari eksternal, yang justru akan memunculkan kesan bahwa lembaga hukum di Indonesia khususnya Dompu dapat diatur-atur oleh pihak luar, sehingga muncul mosi tidak percaya masyarakat. 

"Hal ini yang harus kita antisipasi, jangan karena kuat intervensi dari luar, kemudian mempengaruhi keputusan Kejari dan Pengadilan. Ini sangat berbahaya bagi lembaga hukum," pungkasnya.

Sementara itu, Kepala Kejari Dompu melalui Kasi Tindak Pidana Khusu (Pidsus) di hadapan massa aksi menyampaikan bahwa terkait persoalan tersebut, pihaknya mengaku telah bekerja sesuai prosedur yang berlaku. Sebab pada prinsipnya, langkah awal yang ditempuh oleh Kejari adalah pembinaan bukan pembinasaan.

"Artinya kami menggunakan jalur restorasi justice dengan tidak menghilangkan sikap kearifan lokal. Meskipun tidak semua kasus kita gunakan sistim ini. Namun dalam kasus KDRT ini, banyak faktor yang harus dinilai dan tak dapat kami utarakan. Sehingga hal itu yang mendasari kami untuk memutuskan kasus ini.

"Intinya terkait kasus ini kami rasa sudah bekerja profesional dengan tidak mencederai hukum yang ada," jelasnya.

Terpisah, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Dompu Seni Hadiantro SH, MH menegaskan bahwa terkait dengan kasus KDRT yang tengah ditanganinya tersebut tetap berjalan sesuai prosedur. Kendati ada gesekan dari pihak luar, dirinya mengaku tidak akan mempengaruhi keputusan sidang. 

"Kita tetap akan mengikuti proses sesuai aturan yang ada. Meskipun ada gerakan aksi, itu tidak akan mempengaruhi keputusan kami. Bahkan hasil mediasi hari ini, kami tidak akan menyampaikan ke majelis hakim, karena akan mengganggu konsentrasi proses persidangan," tuturnya singkat. 

Pantauan di lapangan, usai mendapat jawaban dari perwakilan kedua lembaga hukum tersebut, massa aksi perlahan membubarkan diri dengan aman dan kondusif.(RED,KO.O7)

No comments

Powered by Blogger.