Paradigma Marhaenisme Dalam Perspektif Trisakti Bung Karno

Oleh : ABDUL NAJIB "Ketua DPC GMNI Kabupaten Bima".

Kabupaten BIMA, KabaroposisiNTB. Com---Berawal pada mengkerucutkan makna dari kata “Berdikari di bidang Ekonomi” yang objektifnya tidak sama dengan *go to hell with your aids* (di ucapkan Bung Karno pada saat kebenciannya kepada negara adidaya/AS itu mencapai pada puncaknya) sebuah sikap anti bantuan asing atau anti investasi Asing. Berdikari maksudnya untuk optimalisasi sikon ekonomi bangsa ataupun suatu daerah agar supaya ekonomi tidak bergatung pada pihak asing, artinya suatu entitas bangsa harus bisa mengakomodir ekonomi dengan kaki tangannya sendiri. 

Bantuan asing boleh saja masuk asalkan prasyaratnya tidak membebankan negara sendiri, apalagi sampai menggadaikan kedaulatan NKRI. Prasyaratnya haruslah saling menguntungkan/keseimbangan dalam arus politik, konsep berdikari ini cikal bakalnya di kemukakan oleh Sang proklamator RI Bung Karno yakni Tri Sakti dalam risalah TAVIP (Tahun Vivere Pericoloso). 

Kita ambil saja contoh kaum marhaen yang tetap miskin, akan tetapi kaum marhaen mempunyai prinsip seperti tidak menjual tenaganya pada pemilik modal, karena bagi mereka(marhaen) jerih payahnya hanya untuk dirinya sendiri, sebab ada prinsip yang melekat pada kaum marhaen untuk tetap mempertahankan Kedaulatan, berdikari dan berkepribadian seperti poin yang terkadung di dalam Trisakti Bung Karno.

Berdikari di bidang Ekonomi ini pula sangatlah relevan dan berfaedah untuk kemaslahatan UMKM, juga harus bisa di pegang teguh di jadikan sebagai acuan dalam sistim usahawan. Sungguh ironis kalau kita tidak mengaktualisasikan Konsep panutan Kemerdekaan bagi suatu bangsa, daerah maupun Individu ini yang di cetus oleh Sang tokoh Revolusi Indonesia yaitu Trisakti. 

Memang harus kita beri apresiasi atas salah satu dari nawacita Presiden Joko Widodo yaitu membangun Kolaborasi dengan negara tetangga dalam arus politik yang makin ke sini makin sengit. Tapi yang harus di soroti dalam kolaborasi ini agar sekiranya bisa mencapai keseimbangan dalam hasilnya, karena kita bukan bangsa tempe atau inlander yang biasa di ucapakan kolonial Belanda pada masa lampau ketika bangsa kita di cekik habis-habisan oleh penjajahan. Harus kita ingat, bahwa kita dulu pernah berdarah-darah atas dasar konfrontasi dengan bangsa penjajah, yang kendati asal muasalnya merampok isi dan kekayaan alam kita.

Yang di tekan dalam berdikari adalah bagaimana caranya ada kemandirian di  segala bidang Ekomomi seperti pada bidang pangan dan energi. Semangat berdikari Kembali di gelorakan sekarang karena keadaan sedikit banyaknya ekonomi kita bergantung pada asing, Apapun bentuk daripada Kapitalisme, imperialisme ataupun segala macam sistim eksploitasi itu, tetaplah hakekatnya suatu Kehausan yang akan menjarah isi dan kekayaan bumi Indonesia dan ini pula musuh rill yang di tentang oleh Marhaenisme.

Sekarang tidak boleh lagi bangsa kita bergantung pada negara asing, kita bersatu kita kuat. Sistim kita harus di preusure untuk membentuk BUMN di segala sektor, agar sekiranya kita bisa mengakomodir seluruh penghasilan nasional di peruntukan pada seluruh rakyat. Semangat berdikari bukalanlah penolakan ataupun anti asing, justru berdikari itu berguna jua untuk renungan kepahitan masa lalu, kobaran api berdikari itu sungguh sebagai alat untuk menela'ah secara radikal kemerdekaan ekonomi NKRI.

Ambil saja contoh dari kota/kabupaten yang makin hari makin menjamur pula ritel indomaret maupun alfamart, dan lebih kentaranya di tiap pelosok di selimuti oleh investor asing. Di sini bahan evaluasi besar bagi pemkab/pemkot, seharusnya perijinan masuk investor asing di dahulukan penyelidikan terhadap ekonomi sekitar. Kalau hanya untuk mengurangi pengangguran di desa/lurah, perhitungan yang sedemikian rupa belum cukup memadai untuk kestabilan perputaran ekonomi. Karena apa ? Karena harus melirik UKM lokal di sekitaran penempatan ritel investor asing, kalau tidak, peluang masuknya ekonomi di UKM lokal / pedagang kaki lima jadi minim. 

Poinnya di sini adalah bagaimana caranya membaca sistim eksploitasi yang berkamuflase sebagai dewa penolong ekonomi, biar gimana pun investor asing itu sifatnya eksploitatif, dan targetnya mencaplok ekonomi daerah jajahannya untuk di giring ke tanah asalnya. Kalau bentuk dari pada kerjasama dengan investor asing memerlukan kajian khusus yang komprehensif bagi para pemangku kebijakan dan lebih-lebih oleh para generasi milenial yang melabelkan diri sebagai pengawal reformasi.

Berdikari di bidang ekonomi itu perlu untuk menjauhkan penderitaan, kita bersama pasti mengusahakan optimalisasi perputaran ekonomi yang belum stabil ini tanpa ada intervensi keras pihak asing, agar supaya Negara kita tercinta jauh dari kata bangkrut.(RED) 

No comments

Powered by Blogger.