Kementerian Parekraf Kenalkan Program 4 AS kepada Milenial dan Gen Z



BIMA,KabaroposisiNTB,Com---Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Republik Indonesia rupanya memiliki jurus jitu untuk mendukung percepatan pemulihan sektor parekraf pascapandemi. Melalui program 4 AS, Kemenparekaf mendorong peran kaum milenial dan generasi Z sebagai bagian dari lokomotif ekonomi kreatif.

Program 4 AS disosialisasikan langsung oleh Direktur Hubungan antar Lembaga Kemenparekraf, Imam Santosa saat kegiatan Parekraf Goes to Campus yang berlangsung di Auditorium Sudirman Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Taman Siswa (STKIP Tamsis) Bima, Rabu (15/6/2022).

4 AS sendiri merupakan akronim dari beberapa frasa yang dibuat Kemenparekraf, yang terdiri dari kerja keras (work hard) atau mengoptimalkan keterampilan dan kompetensi secara strategis untuk mencapai kesuksesan, kerja cerdas (work smart) menggunakan teknologi, digitalisasi, virtualisasi, dan sains untuk mengubah bisnis, kerja tuntas (work thoroughly) atau menemukan cara-cara kreatif untuk mengusir kebosanan dan ketakutan, kerja ikhlas atau selalu memastikan untuk melakukan yang terbaik dan serahkan ke Yang Maha Kuasa untuk menentukan hasilnya.

Imam Santosa menjelaskan, melalui program 4 AS, generasi Z dan milenial didorong untuk memberikan kontribusi besar terhadap negara. Karena itu, program tersebut juga menawarkan serangkaian inisiatif untuk memberdayakan pemuda di sektor pariwisata dan industri kreatif, termasuk pelatihan teknis, webinar, bimbingan, dan program inkubator, dengan mengacu pada tiga pilar utama Kemenparekraf, yakni inovasi, adaptasi, dan kolaborasi.

“Hal ini sejalan dengan empat program utama Kemenparekraf/Baparekraf, yaitu penciptaan lapangan kerja yang seluas-luasnya, kebangkitan ekonomi, terbentuknya tatanan ekonomi baru, dan program yang tepat sasaran tepat waktu tepat manfaat,” ujarnya.

Imam berharap, Parekraf Goes to Campus bertajuk Be Creative in the Digital Age memberikan ilmu dan manfaat yang besar dalam meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mahasiswa STKIP Bima berkaitan peran mahasiswa sebagai agen digitalisasi di era 4.0.

Dikatakannya,  masa depan bangsa ada di pundak generasi muda. Untuk melahirkan wirausaha-wirausaha muda yang mampu menjadi pelopor perubahan tidak mudah. Hal itu tidak hanya membutuhkan keterampilan penggunaan teknologi, ketersediaan modal, ataupun kreativitas saja, tetapi juga memerlukan mental, sikap, dan perilaku yang mampu menunjukkan komitmen sebagai wirausaha yang kuat dan tangguh karena akan ada banyak tantangan yang harus dihadapi ke depannya.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh UNDP Indonesia melalui program Youth Co: Lab, secara statistik ditemukan 79 persen wirausahawan muda melaporkan dampak negative akibat pandemi Covid-19. Bahkan 21 persen di antaranya harus menghentikan bisnis secara total. Namun, di balik permaslahan tersebut, kreativitas dan semangat kewirausahawan muda di Indonesia justru tumbuh subur. Seperti hasil survei yang ditemukan pada 84 persen wirausahawan muda yang justru berhasil mengembangkan sistem pendukung melalui berbagai jaringan kewirausahawan muda.

“Banyak yang mengatakan bahwa keterbatasan pendanaan merupakan penghalang bagi wirausaha terutama wirausaha muda. Hal ini tidak sepenuhnya benar, terutama di era revolusi 4.0,” ujar Imam. 

Menurutnya, keterbatasan pendanaan seharusnya tidak menjadi persoalan yang berarti pada era revolusi 4.0. Seorang entrepreneur sejati justru harus mampu melihat tantangan sebagai peluang. Untuk itu, seorang entrepreneur harus mampu melakukan inovasi-inovasi yang kreatif dan dapat menciptakan nilai tambah (value added). Untuk itu, generasi muda harus mampu memanfaatkan teknologi dengan baik agar dalam praktiknya berdaya guna dan berhasil guna dalam mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia. 

“Hal tersebut tentunya memerlukan edukasi dan pelatihan kompetensi sebagai pembekalan awal,” katanya. 

Dengan ide yang kreatif dan inovatif, kata Imam, generasi muda pasti mampu meningkatkan daya saing dan mau berkarya demi kepentingan masyarakat luas. Oleh karena itu penguasaan pengetahuan dan keterampilan kewirausahaan harus mulai dikembangkan sejak dari bangku sekolah hingga perguruan tinggi agar para generasi muda memiliki skill dan kompetensi di bidang kewirausahaan. 

Kegagalan dalam membangun usaha di era digital dapat diminimalisasi dengan memperbanyak literasi pembelajaran, baik secara luar jaringan (offline) maupun dalam jaringan (online) dan terus mengasah skill melalui praktik nyata. “Jadi, tidak ada alasan lagi bagi generasi muda yang mengurungkan keberaniannya untuk terjun dalam dunia digital entrepreneurship. Generasi muda juga dapat bergabung ke dalam komunitas digital entrepreneurship yang telah banyak terbentuk di lingkungan masyarakat,” ujar Imam. 

Dia juga mengingatkan, pengembangan digital entrepreneurship tidak boleh cepat berhenti,  sehingga perlu dorongan pada diri generasi muda untuk menjadi role model yang mampu menginspirasi dan menggerakkan masyarakat luas untuk berwirausaha di dunia digital. 

*Peran Mahasiswa sebagai Agen Digitalisasi* 

Imam mengatakan, mahasiswa adalah kaum yang identik dengan imajinasi, kreatif, cepat, instan dan banyak akal. Apalagi mahasiswa yang sudah mengenal kewirausahaan. Mahasiswa juga kaum yang melek teknologi, termasuk teknologi informasi. Jadi pandemi Covid-19 di sisi lain bagi mahasiswa merupakan berkah terselubung (blessing in disguise).

Meningkatnya pola atau sistem pemasaran daring merupakan peluang emas bagi mahasiswa. Mahasiswa yang melek teknologi informasi bisa menjadi digital marketer. Selain itu, mahasiswa bisa mendirikan usaha rintisan atau start-up UMKM ataupun menjual produk konvensional dengan cara pemasaran digital (digital marketing).

“Perusahaan yang hanya mengandalkan strategi marketing konvensional akan tertinggal dengan mereka yang melibatkan internet dalam pemasaran produknya. Inilah sebabnya skill atau keahlian para digital marketer semakin penting,” ujarnya. 

Menurut Imam, mahasiswa mampu merancang bentuk promosi untuk membangun skala merek dikenal (brand awareness) dan mebuat calon customer tertarik. Media yang digunakan adalah platform digital, misalnya media social, website, marketplace dan sejenisnya.

“Mahasiswa yang melek teknologi informasi juga dapat menjadi pengembang aplikasi. Profesi pengembang aplikasi ini memang masih asing beberapa tahun lalu,” katanya.

Profesi pengembang aplikasi lanjutnya, sekarang ini telah menjadi salah satu pekerjaan yang cukup penting. Karena para pengusaha termasuk UMKM berlomba-lomba dalam menyediakan aplikasi digital terkait produk yang ditawarkannya. Tujuannya untuk menarik minat konsumen tertarget dengan kemudahan dan kepraktisan layanannya. Selain untuk dirinya sendiri yang membuka usaha start-up UMKM, mahasiswa juga bisa mengedukasi para pelaku UMKM lainnya. Oleh karena itu, Mahasiswa dapat menjadi agen penggerak ekonomi masyarakat.

“Mahasiswa yang berwirausaha perlu difasilitasi dan menjadi bagian dalam pembelajaran di kampus. Selain itu, diperlukan dosen yang benar-benar bisa membuka wawasan atau cakrawala berpikir mahasiswa. Dapat digunakan penelitian untuk bisa membuka jalan bagi pengusaha muda dalam penciptaan inovasi-inovasi baru,” ujarnya.

Selain internal kampus, juga perlu peran pemerintah, swasta, serta media dan lain- lain (pentahelix) yang menjadi kekuatan kolaborasi sebagai kunci cepatnya pertumbuhan perekonomian pasca-pandemi Covid-19.

Dalam rangka mendukung percepatan pemulihan sektor parekraf pascapandemi, Kemenparekraf menyosialisasikan program 4 AS. Program baru yang menargetkan kaum milenial dan generasi Z.   

Dikatakannya, Indonesia memiliki generasi muda yang potensial atau tidak hanya kritis, namun juga kreatif, inovatif dan berdaya saing, sehingga Kemenparekraf/ Baparekraf mendukung penuh upaya STKIP Bima dalam menyiapkan generasi muda yang berkualitas, memiliki jiwa kepemimpinan dan kewirausahaan yang kreatif, inovatif, dan berdaya saing untuk terus mendorong kemajuan Indonesia.

“Dengan semangat kolaborasi dan memanfaatkan potensi mahasiswa yang begitu besar, optimis perekonomian Indonesia akan cepat kembali bangkit,” kata Imam.

Dalam kegiatan Parekraf Goes to Campus, tim Kementerian Parekraf juga membagikan hadiah kejutan (doorprize) bagi peserta yang memiliki pertanyaan bagus kepada narasumber dan kepada peserta yang mampu menjawab pertanyaan yang dilontarkan pembawa acara (MC). 

Parekraf Goes to Campus yang digelar di Auditorium Sudirman STKIP Tamsis Bima dan berlangsung hingga sore hari antusias diikuti mahasiswa dan dosen yang sebagian telah menjadi pelaku usaha ekonomi kreatif. (RED)

No comments

Powered by Blogger.