JPU Tidak Konsisten Dengan Dakwaan, Alat Bukti Nihil dan HM Lutfi Harusnya Bebas

Keterangan foto: HML Dengan Pengecaranya Abdul Hanan. 


Mataram, KabaroposisiNTB. CoM_ Sidang Kasus dugaan korupsi dan Gratifikasi mantan Walikota Bima HM Lutfi kembali digelar di PN Tipikor Mataram, Senin (6/5/2024) dengan agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). 


Dalam sidang tersebut kepada Hakim Ketua, Putu Gede Hariadi, JPU menuntut HM Lutfi (Terdakwa) dengan pidana penjara 9 tahun 6 bulan karena dianggap menerima Gratifikasi sebesar Rp1,15 miliar. 


Kuasa Hukum Terdakwa HM Lutfi yakni Abdul Hanan, saat ditemui usai sidang, Senin, mengatakan, bahwa JPU tidak konsisten dengan dakwaannya, dimana JPU sebelumnya mendakwa HM Lutfi menerima Gratifikasi senilai Rp1,9 miliar. Namun saat pembacaan tuntutan dakwaan berubah menjadi Rp2,15 miliar. 


Kemudian, lanjut Abdul Hanan, sebelumnya juga dalam dakwaan JPU ada Rp500 juta yang diterima oleh Terdakwa hasil dari fee proyek yang digunakan untuk  membeli mobil merek Vios yang diberikan kepada istri Terdakwa Eliya, namun dalam pembacaan tuntutan, dakwaan itu hilang. 


Malah, JPU menggantinya dengan uang Rp500 juta utang piutang Eliya kepada Makdis untuk merehabilitasi rumah dan sudah dikirim pengembaliannya melalui rekening Bank Mandiri. 


"JPU sangat tidak konsisten, mana buktinya dakwaan JPU itu, hingga sekarang tidak bisa dibuktikan bahwa klien kami menerima Gratifikasi, dari awal sidang sampai pembacaan tuntutan list proyek yang menjadi dakwaan juga tidak bisa ditunjukan oleh JPU di pengadilan," ujar Abdul Hanan. 


Abdul Hanan juga menyoroti penerapan pasal 15 tentang tindak pidana Korupsi, bahwa Terdakwa dikatakan melakukan pemufakatan jahat, sementara saksi ahli sebelumnya sudah menjelaskan bahwa pasal tersebut harus mempunyai kualitas yang sama dan tidak bisa diterapkan antara suami dan istri. 


"Kesepakatan jahat ini kan timbul harus ada pertemuan awal, pembicaraan awal. Fakta nya tidak ada bukti yang bisa membuktikan itu. Ini hanya dalil JPU dan tidak bisa dibuktikan semua dakwaannya," ujarnya.


Bahkan dari keterangan saksi yang dihadirkan di persidangan pun tidak bisa membuktikan bahwa Terdakwa terlibat secara langsung seperti yang didakwakan oleh JPU. 


Abdul Hanan juga menyoroti tuntutan 9 tahun 6 bulan penjara yang dituntut JPU. Menurut Hanan tuntutan itu tidak sesuai dengan fakta persidangan karena belum adanya alat bukti yang memberatkan terdakwa dalam kasus tersebut. 


"Tuntutan itu adalah menzolimi terdakwa, dan tidak sesuai karena dalam fakta persidangan tidak bisa dibuktikan," tegas Hanan. 


Menurut Hanan, wajar terdakwa meminta untuk dibebaskan dalam kasus ini karena dakwaan JPU selama ini tidak bisa dibuktikan baik itu turut serta pengadaan barang dan jasa maupun gratifikasi. 


HM Lutfi selama menjabat Walikota Bima memiliki banyak prestasi dan penghargaan untuk kemajuan Kota Bima. Dari 74 saksi yang dihadirkan diantaranya para pejabat, hingga Camat lingkup pemkot Bima, tidak ada satu pun yang mengaku bahwa Lutfi pernah memberikan uang atau mengarahkan sebuah proyek.


"Terkahir, tuntutan dicabut hak politiknya, itu hak asasi manusia yang tidak boleh dibatasi, apalagi terdakwa ini punya banyak prestasi di Kota Bima," tegas Abdul Hanan.(ReD) 

No comments

Powered by Blogger.