“ *Ancaman Turbulensi Ekonomi Nasional Ditengah Pandemi Corona Virus (Covid-19)”* Oleh :

Oleh : Raihan Al- Afif
(Kader Hmi Cabang Mataram)

Bima,KABAROPOSISI.Com--Tahun 2007 hingga 2008 manjadi titik berat dan signifikan dalam mengarungi perekonomian dunia. Kita melihat terjadi krisis bahan bakar minyak hingga krisis pangan yang saat itu melanda ekonomi dunia, kemudian menyebabkan timbulnya krisis finansial ( _Financial crisis_ ) yang begitu terasa dampaknya hingga saat ini.

Krisis finansial tersebut datangnya dari negara bagian Amerika Serikat , yang disebut sebagai kekuatan ekonomi nomor satu di dunia saat ini. Dampaknya mengakibatkan pengaruh diberbagai aspek, serta mempengaruhi banyak negara, salah satunya Indonesia . Alan Greenspen , mantan Gubernur Bank Sentral AS ( _The Fed_ ) mengatakan bahwa, kejadian ini disebut once in century krisis finansial yang akan terus membawa dampak terhadap perekonomian global.

Jika merujuk kejadian krisis keuangan yang berdampak di negara Amerika Serikat , beberapa pandangan mengutarakan kesimpulan mengenai beberapa hal yang menyebabkan kejadian krisis ini. Strightz , mantan peraih nobel ekonomi 2001, mengutarakan sebuah yaitu, krisis keungan yang terjadi di AS diiakibatkan oleh kesalahan yang bersumber dari pengambilan kebijakan ekonomi yang tidak tepat atau dalam Bahasa arsitek dapat disebut sebagai _System failure ._ Adapun pengambilan keputusan pada kebijakan lain juga menjadi sebab musabab terjadinya krisis tersebut, diantaranya dapat dilihat dari kebijakan-kebijakan yang bermunculan dilantai Wall Street terlihat cenderung memberikan perlindungan lebih kepada dunia perbankan AS dalam spekulasi dan kegiatan yang bersifat derifatif pada produk-produk keuangan, begitupun kebijakan dan kekacauan sebelumnya terhadap[ sejumlah skandal misalnya yang telah terjadi dalam contoh kasus Enron dan Worldcom.

Di kejadian krisis yang lain , yaitu di Indonesia pada kejadian krisis tahun 1997-1998 juga memperlihatkan kita kejadian besar pada kegagalan pasar yang berakibat buruk bagi perekonomian negara, kemudian menuntut keaktifan pemerintah saat itu untuk mengatasi dampak krisis dengan cara memberikan stimulus berupa pendanaan yang gunanya tak lain  untuk memberikan efek positif pada perkonomian nasional. Namun, apakah dana yang dikucurkan untuk membantu pelaku-pelaku ekonomi (umunya di fokuskan pada Bank yang terjadi Kolaps) ini sduah tepat. Dari sini kita dapat melihat bahwasanya sumber  pendanaan tersebut tak lain dari rakyat yang diserap melalui penarikan pajak dan sumber pendapatan lainya. Oleh karena itu kejadian besar pada saat itu menunjukan bagaiman kegagalan pasar dalam fondasi yang disebut sebagai kapitalisme sebagai akibat Tindakan spekulatif para spekulan pasar harus dibayar oleh rakyat yang justru tidak pernah menikmati hasil dari system ekonomi pasar tersebut.

Dalam pemikiran ekonomi saat ini ada juga sebuah keyakinan berlebihan  yang terjadi dalam market fundamentalisme kemudian berdampak pada hilangnya sebagian besar pelaku ekonomi, yaitu para otoritas keuanganlah yang kerap kali berjasa dan mau tidak mau harus mengambil tindakan pada setiap terjadinya sebuah krisis. Berkaca pada kasus AS , sejak 1980 sudah banyak terjadi krisis pada saat itu, diantaranya krisis perbankan internasional 1982, bangkrutnya Continental Illinois 1984, dan pada setiap krisis otoritas keuanganlah yang akhirnya mengucurkan dana untuk menstimulus perekonomian agar bisa bangkit kembali atau setidaknya memberikan jalan keluar untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Paradigma ekonomi yang berkembang hingga saat ini merujuk pada pergerakan global anti-kapitalis yang kemudian menuntut adanya pengembangan hubungan baik dalam sector mikro di antara produsen dan kosumen yang efeknya dapat memberikan dukungan keadilan sosial dan kemandirian ekonomi. Oleh karena itu pasar harus diarahkan pada tujuan tersebut. Disisi lain Gerakan para anti kapitalis menuntut adanya pengaturan pada kapitalisme seperti halnya pasca perang dunia. Kemudian dilanjutkan dengan gerakan sosialis anti kapitalis yang menyatakan bahwasanya satu alternative bagi kapitalisme untuk konsisten, yaitu dengan cara melakukan modernisasi , yang dapat diartikan sebagai perencanaan ekonomi yang sifatnya lebih demokratis.

Belum selesai membahas efek negative dan dampak ekonomi kapitalis di tahun 2020 Indonesia bahkan di dunia dihebohkan dengan munculnya virus jenis baru yang disebut sebagai Virus Corona atau Covid-19.  Penyebaran virus corona yang semakin meluas akan memperlama periode jatuhnya perekonomian Asia Pasifik, Australia, Hongkong, Singapura, Jepang, Korea Selatan dan Thailand diprediksi terancam terseret ke dalam jurang resesi  menurut S&P. Selain itu perkiraan pertumbuhan ekonomi China untuk 2020 dari 5,7% diprediksi trurn menjadi 4,8%.

 Negara yang perekonomianya akan sangat terkena imbasnya adalah Hongkong, Singapura, Thailand dan Vietnam mengingat sektor pariwisata menyumbang hamper 10% dari produyk Domestik Bruto (PDB) negara tersebut.
Penyebaran virus corona yang semakin luas dan meningkat jelas akan memberikan impect terhadap berbagai aspek, salah satunya adalah aspek ekonomi. Di negara Indonesia sendiri penyebaran virus ini semakin meluas dan meningkat pada setiap harinya. Kebijakan pemerintah dalam hal menanggulangi serta memutus tali penyebaran covid-19 harus benar-benar melihat di berbagai aspek, terutama di aspek ekonomi yang dianggap sangat sensitif. Seiring semakin bertambah dan berkembangnya virus corona in di Indonesia, tak jarang kita melihat sebagaian daerah yang terkena Zona Merah harus melakukan Lock Down.

Penyebaran virus corona di Indonesia semakin meningkat dan mengkhawatirkan bagi masyarakat Indonesia, kita melihat imbas dari virus corona kian hari semakin bermunculan. Keluh kesah masyarakat Indonesia di tengah pandemic virus corona memberikan tugas besar bagi pemerintah untuk memecah problem tersebut. Di sektor ekonomi sendiri, Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini akan tertekan di level 2,1% . hal ini disebakan oleh terus meluasnya persebaran Virus Corona baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Bank Indonesia pun telah merevisi proyeksi pertumbumbuhan ekonomi RI menjadi di bawah 5% atau hanya sekitar 2,5% saja yang biasanya mampu tumbuh mencapai 5,02%.
Pandemic covid-19 akan berimpilikasi buruk bagi perkonomian dunia dan Indonesia pada tahun ini, karenanya terjadi bersamaan dengan menurunya harga komoditas dan gejolak pasar keuangan. Inflasi yang terjadi ditahun ini pun diproyeksi akan mengalami peningkatan ke level 3%, karena ketatnya pasokan pangan dan deprsiasi mata uang yang diperkirakan dapat diimbangi sebagaian oleh penurunan harga bahan bakar non-subsidi, serta subsidi tambahan untuk listrik dan pangan. Namun, pada tahun 2021 inflasi diyakini Kembali ke level normal, yakni 2,8%.

 *Ancaman  Ekonomi Nasional*

Sementara itu, Indonesia yang dikenal sebagai negara ekspor pariwisata dan komoditas membuka peluang besar terjadinya penurunan yang menyebabkan deficit transaksi berjalan mencapai 2,9% dari produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2020. Kerugian yang berdampak pada Outlook pertumbuhan tahun ini cukup parah, menurut World Bank dalam laporanya tersebut, lebih lanjut World Bank menyebut berbagai upaya yang dilakukan dalam mencegah penyebaran virus baik secara global maupun domestik akan mengurangi tekanan terhadap permintaan global, harga komoditas, perdagangan internasional hingga pariwisata dan sentiment bisnis global serta pertumbuhan investasi.
Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan bahwa kondisi virus corona terhadap perkonomian global menyebabkan ketidakpastian yang sangat tinggi dan menurunkan kinerja pasar keuangan global, menekan banyak mata uang dunia, serta memicu pembalikan modal kepada asset keuangan yang dianggap aman. Prospek pertumbuhan ekonomi dunia juga menurun akibat terganggunya rantai penawaran global , menurunya permintaan dunia dan melemahnya keyakinan pelaku ekonomi.

 Ditengah pandemic Virus Corona ini, pemerintah Jokowi memiliki tugas besar dalam membackup terjadinya inflasi ekonomi nasional secara menyeluruh sehingga tidak memicu terjadinya krisis global yang berkepanjangan. Sektor ekonomi sendiri merupakan sektor yang sangat sensitifitas terhadap perkembangan negara. Tak heran krisis pada tahun 1998 berimbas pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lamban serta hutang luar negeri yang menumpuk. Serangan virus corona sangat dirasakan dirasakan oleh berbagai pihak, terutama bagi masyarakat yang terkena PHK karena banyak pekerjaan yang tidak memungkinkan untuk dikerjakan di rumah, seperti halnya kegiatan produksi yang bergantung pada mesin yang berada di tempat produksi.

Inflasi ekonomi Indonesia semakin mengalami penurunan dari hari ke hari ditengah wabah virus corona, disatu sisi pemerintah harus memberikan keringanan kepada masyarakat yang mengalami pandemic virus corona dengan bantuan sosial maupun bantuan lainya, tetapi perkembangan ekonomi semakin menurun. Kebijakan pemerintah untuk menutup akses transportasi umum bagi seluruh wilayah di Indonesia demi memutus penyebaran virus corona menimbulkan problem baru bagi para pelaku ekonomi, mereka tidak bisa meraup keuntungan terhadap sektor tersebut. Disisi lain, imbas dari wabah corona ini berdampak pada UMKM , karena para wisatawan biasanya  datang ke destinasi akan membeli oleh-oleh serta masih banyak sektor lainya. Hal inilah yang bisa menyebabkan terjadinya stagnasi perekonomian.
Beberapa Langkah yang dilakukan Indonesia dalam menghadapi virus corona ini adalah menurunkan BI 7- Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4.75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps  sosial ekonomi.(***)

No comments

Powered by Blogger.