Terkait Pemberhentian Sekdes Bolo Eksekutif dan Legislatif Beda Pandangan

Bima,KABAROPOSISI.Com--Soal SK Pemberhentian Sekdes Bolo, sementara kasus Desa Tolouwi Kecamatan Monta dikesampingkan. Bukan berarti tidak penting, tapi supaya lebih focus menguraikannya. Demikian disampaikan Arifin S,Sos selaku Ketua FORSEKDES kabupaten Bima, Rabu (13/5).

Dikatakan Arifin, Kasus pemberhentian Sekdes Bolo, Anas, telah menjadi perbincangan public setelah lahirnya Surat DPRD Kabupaten Bima Nomor : 172/141/DPRD/2020, tanggal 6 Mei 2020 dengan perihal REKOMENDASI yang ditujukan Kepada Bupati Bima,". Katanya.

Sambungnya, Meski tidak sepenuhnya diketahui publik apa yang sesungguhnya terjadi antara Kades Bolo Periode Sebelumnya dengan Anas (Sekdes) hingga berujung pada Pemberhentian sekdes secara tetap pada pertengahan tahun 2018 silam. Perseteruan Kades dengan Sekdesnya, publik hanya mendapat gambar besar yang diendus oleh teman-teman Media On Line bahwa kurang lebih terjadi Perbedaan Kepentingan antara kades dan Sekdes baik dalam Konteks Politik maupun dalam konteks penyelenggaraan Pemerintahan," ungkapnya.

Lanjutnya, Perseteruan Kades lama dan sekdes memuncak setelah adanya dugaan Kasus Pengerusakan Sarana dan Prasarana Tetap Perkantoran (Printer) oleh Sekdes yang kemudian dilaporkan secara resmi oleh Kades, hingga pada akhirnya adanya keputusan pengadilan yang telah inkrah. Lagi-lagi publik mendapatkan gambarnya melalui media,". Akurnya.

Ditambahkannya, Perdebatan soal SK pemberhentian terus muncul di Publik, para pihak yang berkepentingan telah ambil bagian dengan peran mengemukakan pandangannya secara proporsi dalam  kompetensi serta kapasitasnya. Namun sayang belum juga menuai finish. Bahkan beberapa media telah mengekspos pernyataan Pihak DPMDes yang meminta Kades Bolo yang baru kiranya mempertimbangkan kembali proses pemberhentian Sekdes Oleh Kades yang lama. Sinyal kuatnya adalah DPMDes hendak menunjukan bahwa proses pemberhentian Sekdes oleh kades sebelumnya cacat secara prosedur dan harus dianulir oleh Kades baru. Hal ini dibuktikan lahirnya surat DPMDes yang meminta Kades baru agar mengajukan surat audit khusus pada inspektorat soal SK pemberhentian Sekdes," tandasnya.

Arifin menyampaikan Eksekutif melalui DPMDes dengan segala Kapasitasnya menghendaki keberlakuan aturan secara normatif, yang di dalamnya mengandung kaidah-kaidah saling menunjuk yang satu terhadap yang lain. Artinya sebelum Kepala Desa mengeluarkan SK Pemberhentian Perangkat Desa harusnya dilalui tahapan-tahapan sebagai suatu keseluruhan hirarki prosesnya yang menjadi kaidah dalam pemberhentian Sekdes tersebut," terangnya.

Namun, apalah daya DPMDes dihadapan Kepala Desa yang memiliki Kewenangan mengangkat dan memberhentikan Perangkat Desa. Secara hukum Kepala Desa benar punya kewenangan, tapi setidaknya kewenangan harus sesuai koridor.

" setelah upaya penyelesaian di tingkat eksekutif buntu. Kasus inipun dibawah ke meja DPRD setidaknya lembaga yang merepresentasikan kualitas produk hukum. Sebab, bukan tanpa alasan DPRD adalah lembaga yang telah menetapkan secara bersama-sama dengan eksekutif PERDA Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Perangkat Desa. Perda tersebut, telah mengatur detil tahapan dan tata cara pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa," imbuhnya.

Nampaknya, DPRD hendak menabuh genderang perang dengan eksekutif meski dalam konteks perdebatan soal ketentuan pasal tentang tahapan dan tata cara pemberhentian Perangkat Desa yang mereka buat bersama. Meski perbedaan ini tidak begitu mencolok karena DPRD tidak mengunci Rekomendasinya dan tetap memberikan peluang kepada siapapun yang merasa dirugikan atas SK tersebut.

Lalu lintas Nalar public meski subyektif adanya, bahwa DPRD dengan keseluruhan poin rekomendasinya ( baca Surat Rekomemdasi DPRD) telah mengesampingkan Logika normatifitas sebagai syarat lahirnya SK Pemberhentian Sekdes Bolo. Maka, tidaklah salah public berpandangan bahwa DPRD hendak membenturkan Perangkat Desa dengan eksekutif (Bupati Bima) yang juga adalah salah satu Calon Bupati.

Eksekutif melalui DPMDes dan Kabag Hukum,  dirinya yakin telah mempresentasikan di hadapan DPRD tentang keseluruhan Proses lahirnya SK Pemberhentian Sekdes Bolo dalam sudut pandang hukum," tutur Arifin.

Namun, jika membaca keseluruhan isi rekomendasi DPRD. DPRD hanya fokus pada soal Kewenangan Kepala Desa yang dilimpahkan oleh Undang-undang tentang Kewenangan Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa. Memang benar adanya. Tapi DPRD telah mengesampingkan keseluruhan Proses sebagai akibat lahirnya SK. SK dalam pandangan DPRD adalah haknya Kepala Desa, tanpa melihat prosesnya benar atau salah dalam melahirkan SK," Jelasnya.

Lalu lintas prasangka public atas lahirnya rekomendasi adalah wajar, bahkan dapat dinilai secara politik, bahwa DPRD sedang berpolitik dalam kasus ini. Maka menjadi wajar para Sekdes yang tergabung dalam FORUM SEKDES KAB. BIMA mengutuk keras rekomendasi DPRD ini dengan penilaian “ Rekomendasi DPRD soal SK Pemberhentian Sekdes Bolo adalah Cerminan dari TUMPULnya intelektualitas para anggota Legislatif dalam memahami Produk hukum“.

Mestinya, DPRD dalam rekomendasinya bukan dengan menegasikan bahwa SK yang dikeluarkan oleh Kepala Desa itu adalah “SAH”. Tapi, seharusnya rekomendasi itu harus sejalan dengan nafas sosiologis dalam Undang-undang maupun Perda yang mengatur tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa.

Rekomendasi DPRD ini, setidaknya menggambarkan bahwa Lembaga Dewan hari ini diisi oleh orang-orang yang tumpul intelektualitasnya, miskin kredibilitas dan sebangsanya.(KO1)

2 comments:

  1. Bagaimanapun,kami masyarakat bolo ingin agar segera ADD direalisasikan,agar pemberdayaan dan pembangunan di desa kami bisa berjalan,kalian itu punya gaji buat makan istri dan anak kalian sementara masih banyak warga desa bolo yang membutuhkan perhatian pemerintah melalui program program yang dianggarkan melalui Dana desa

    ReplyDelete
  2. De wara wali kelompona pala pejabatke
    Nggara tisi ndadi losana ADD re tahopura boo fuu haju ke ni

    ReplyDelete

Powered by Blogger.