IDP VS H.Syafru tarung Ulang

foto:Anshar.S.Yaman.
BIMA,Kabaroposisi--Pilkada kabupaten Bima 11 bulan lagi di helat, namun hiruk-pikuk calon kontestan dan partai politik sudah mulai, sejauh ini masih dua kubu dominan yang mengisi semua headline media, IDP dan H.Syafru, Bupati Bima dan mantan Bupati Bima periode sebelumnya. Kedua tokoh ini secara tegas mengatakan maju sebagai bakal Calon Bupati, ujar Humas Gerindra Ashar S.Yaman, pada media ini, Sabtu 2 November 2019.

Dalam sejarah pilkada langsung kab.Bima kita pernah mengalami remacth 2010 DAE FERI VS ABUYA, suhu politik daerah begitu panas, fanatisme pemilih terhadap figur politik begitu tinggi, sistem sosial retak, sektor formal terbelah, Abuya hadir sebagai Anti thesa politik,representasi kaum  religius dipanggung politik, sebagai simbol perlawanan terhadap Dae Feri dan dominasi  kesultanan. Dae Fery untuk kedua kalinya menang melawan Abuya melengkapi kemenangan awalnya tahun 2005. Pembelahan masarakat dimulai sejak 2010," ungkap Ashar.

Lanjutnya, pertarungan ulang IDP vs H.Syafru dalam pilkada 2020 tensi politik akan lebih tinggi, karena belum ada pergeseran instrumen politik yang substansi, sektor formal, ulama dan pemilih tradisonal terpola dalam keadaan yang tidak jauh berbeda dengan pilkada 2010," katanya.

Lebih lanjutnya, Pilkada 2020 H.syafru adalah anti thesa terhadap thesa kesultanan dalam birokrasi pemerintahan daerah, simbol perlawanan rakyat terhadap dinasti politik yang tengah dibangun oleh klan Istana, mengalahkan IDP dalam remacth 2020 bukan perkara mudah, kita tahu dinasti politik yang sudah mengakar kuat mencengkram sistem sosial dan instrumen politik dominan begitu kuat, sistem sosial dan sistem politik dikooptasi dengan kekuasaan dan uang, dinasti politik dalam wajah demokrasi Indonesia Ratu Atut di Banten, Sahrul Yasin Limpo di Sulawesi  Selatan, IDP sedang merancang kultur politik dinasti yang terlembaga seberti Banten dan Sulsel, 2020 ini adalah tahun penegasan klan istana untuk mengukuhkan kekuasaan adat dan kekuasaan birokrasi ditangan mereka". tutur Humas Gerindra.

" pertanyaan apakah H.Syafru bisa menjadi simbol perlawanan rakyat terhadap kelas bangsawan dan feodal yang tengah berkuasa, seperti Abu YA tahun 2010? Itu tergantung cara H.Syafru dan tim mengemas advertensi dan branding politik, bagaimana ia dihadirkan dalam image massa, yang paling mungkin diujung tahun tahun 2019 H.Syafru harus mampu membentuk opini dan persepsi publik bahwa Dia lah anti thesa itu," jelasnya.

Relasi figur politik dan media ditata dengan baik, karena media adalah corong demokrasi, pilkada 2014 pengguna media sosial belum semasif ini, pengguna media sosial 2014 masih terbatas kelas menengah atas,  media seperti FB dan whatshapp sudah menyentuh semua kelas dan lapisan sosial, maka pergeseran politik presentasi ke politik representasi dalam membentuk opini dan persepsi publik, harusnya sudah dilakukan, sekali lagi menghadapi IDP di periode ke-2 bukan perkara mudah dan sederhana, IDP sebagai petahana, disisa umur kekuasaannya akan menggunakan segala potensi yang ada untuk mengukuhkan dominasinya disektor formal, apalagi ketua DPRD kab Bima kader golkar dan anak kandung Bupati Bima, sangat mudah mereka menata politik anggaran APBD 2020, meski sektor formal dan birokrasi akan terbelah.

IDP dan H.Syafru rebutan pengaruh terhadap pemilih tradisonal? Pemilih tradisional lebih dominan daripada pemilih rasional, sebarannya sangat luas dibanding pemilih rasional yang terkonstenrasi di kecamatan-kecamatan besar, disisi lain kelompok broker massa masih menunggu siapa diantara IDP dan H.Syafru yang hadir dengan penawaran tertinggi, pemilih material jumlahnya begitu besar, dan menentukan menang dan kalah calon, pileg 2019 dan pemilihan BPD di desa-desa kita bisa menyaksikan pergerakan uang untuk mempengaruhi pemilih, saya kira pilkada 2020 akan menjadi pilkada yang sangat mahal, anda bisa membantah dengan dalil demokrasi yang jujur tanpa money politik, tapi itu fakatanya!.

Sistem pengawasan internal calon, kita boleh percaya sistem pemilu yang disiapkan negara untuk menyelenggarakan pemilu, tetapi bakal  calon juga tidak boleh lalai untuk menyiapkan sistem pengawasan internal, untuk mengawasi setiap tahapan dan proses pemilu, IDP dan H.Syafru harus punya sistem pengawasan internal, agar kecurangan yang berpotensi dilakukan oleh oknum dalam sistem dan lembaga pemilu bisa dimonitoring, sistem pemilu juga lembaga politik yang tidak steril dari kepentingan politik oknum.

Rematch atau tarung ulang IDP dan H.Syafru menjadi menarik karena hanya 2 tokoh ini yang memiliki kualifikasi sebagai kandidat calon Bupati 2020 terkuat dan punya potensi untuk memenangkan pilkada, mereka punya basis ekonomi dan politik yang memadai sebagai syarat memenangkan pertarungan.(koo1)

No comments

Powered by Blogger.