Mansur: Bima Ramah Hanya Slogan, Nepotisme dan KKN harus dihilangkan di Daerah Kita

Keterangan foto: Mansur, M. Pd. 

Bima, KabaroposisiNTB. CoM_ Salah satu Tokoh Sentral Pendidikan Alumni Pasca Sarjana Mansur, M. Pd Menilai bahwa Bupati Bima Hj. Indah Dhamayanti Putri atau yang biasa di sapa Dinda ini, telah Menjajah Kabupaten Bima Selama 10 Tahun. Pasalnya selama ini, tidak ada masalah yang dapat diatasi secara cepat dan tepat, justru masalah yang sangat besar, bahkan ironisnya tidak ada penyelesaian yang sifatnya restoratif Justice. 

Karena itu, dalam Tulisan ini saya sengaja mengupas masalah selama ini.  Dijelaskannya bahwa Sadar atau tidak dalam situasi politik akhir-khir ini keberadaan iklim politik kabupaten Bima berubah secara drastis, dengan kehadiran sosok perempuan dari Dompu yang hanya karena dinikahi oleh Raja Bima, kini justru mengendalikan pola permainan. 

Rakyat dan aktivis hanya dijadikan benteng pertahanan Indah Dhamayanti Putri (IDP), setelah meninggalnya sang suami H. Fery Zulkarnain (Alm), dan roh kekuasaan di kendalikan oleh Wakilnya Bupati H. Syafrudin.

Merajut pada awal-awal proses pencalonannya sebagai kepala Daerah Bima dan ditengah hangat-hangatnya persiapan calon Bupati pada tahun 2014, Sejumlah tokoh intelektual dan partai politik justru mendorong Dinda sapaan akrabnya IDP sebagai calon Bupati Bima, hingga akhirnya memenangkan pertarungan. 

Semenjak itu, Dinda mengendalikan sepenuh kebijakan di wilayah pemerintahannya, sehingga para kerabat, keluarga dekatnya mulai berdatangan dari Dompu dan mengisi semua ruang penting birokrasi di Bima. Penjajahannya di mulai dari saat itu dan berlangsung hingga sekarang dan akan terus berlanjut hingga bertahun-tahun yang akan datang, dan kita mesti bersatu dalam melawan sistem Nepotisme yang bernuansa penjajahan ini. 

Pada masa kepemimpinannya, muncul slogan Bima RAMAH sebagai Visi misinya. Namun, itu hanya seperti kisah mitologis Yunani "tidak berwujud nyata". 

Kemudian apa program Dinda selama menjabat menjadi Bupati Bima baik priode pertama maupun periode keduanya?, ini menjadi pertanyaan besar bagi masyarakat Bima pada umumnya. 

Disisi lain, Relawan Pro Dinda (Prodi), mengaku semua tokoh intelektual ada disitu, kenapa tidak mampu memberikan masukan kepada Dinda. 

Pola kepemimpinan model begini sama halnya seperti yang di lakukan oleh Ratu Atut, yang lambat laut kekuasaannya akan runtuh dan dirinya berakhir di penjara, jangan beranggap baik-baik saja dan jangan mengaku berkuasa sehingga mampu memobilisasi semua instrumen, karena hidup di ruang publik tidak menjaminan kenyaman baik di saat kekuasaan lemah maupun saat kekuasaan semakin tinggi. 

Keturunan kerajaan, seperti Dae Ade, Dae Fera setiap kontestan politik tidak pernah menang, baik mengikuti pemilihan walikota maupun mengikuti calon anggota Dewan, bukan mereka tidak punya basis masa, justru mereka yang memiliki basis masa, karena justru mereka keturunan sah dari keturunan kerajaan Bima, maka Dinda menjegalnya, pertanyaan sederhana "Kenapa bisa gagal ketika Dae Ade dan Dae Fera calon apapun,?“ karena tidak akan ada matahari kembar dalam istana”, dan itulah yang di jaga oleh Dinda sampai detik ini, dan begitulah kehawatirannya secara politik dan kekuasaan. "Sungguh Picik ". 

Realisasi dari Bima RAMAH yang menjadi substansial dalam kepemimpinannya pun gagal total, infrastruktur rusak dimana-mana sampelnya di Kecamatan Donggo tepatnya di Desa Mpili, Desa Wadukopa - Desa Kala. Sementara itu di sektor suprastruktur banyak kita jumpai gedung-gedung sekolah yang tidak terurusterurus dan itu menjadi Prestasinya dalam memimpin Bima.(ReD)

No comments

Powered by Blogger.